Selasa, 17 November 2009

Cerita Tentang Muka

Cerita Tentang Muka
SELAIN tangan, anggota tubuh lain yang juga sering digunakan untuk sebuah ungkapan atau metafora yaitu muka.

Ada istilah cari muka. Istilah ini biasanya ditujukan pada seseorang yang selalu ingin memperoleh penilaian baik dari atasannya atau orang yang diseganinya. Ada pegawai atau bawahan di sebuah kantor, dijuluki oleh teman-temannya sebagai si tukang cari muka. Maksudnya, orang tersebut selalu mau menggunakan kesempatan agar dinilai oleh atasannya bahwa dialah pegawai yang paling baik, paling rajin, paling pandai, paling kreatif, dan sebagainya. Sampai di situ mungkin masih baik. Tapi adakalanya seseorang mencari muka sekaligus dengan cara menjelek-jelekkan orang lain atau teman sekerjanya.

Tidak jarang, seorang pegawai justru menggunakan kekurangan teman kerjanya menjadi batu loncatan untuk mencari muka. Dia datang kepada atasannya menyampaikan laporan ini dan itu, sambil tidak lupa secara halus mempromosikan diri bahwa dia tidak seperti temannya. Juga masih mending, kalau kekurangan temannya yang dia laporkan itu memang benar adanya, tidak jarang malah suatu fitnah. Kalau sudah begitu, tentu saja itu menjadi biang penyakit yang kemudian akan menjalar ke mana-mana. Kita berada di dalam dunia yang membingungkan karena kita di sekitar kita berselewiran orang-orang yang bermuka dua. Ya, orang yang suka cari-cari muka, memang selalu bermuka dua. Perlu ekstra hati-hati bila berbicara dengannya.

Contoh lain orang cari muka, silakan saja cari sendiri. Kita bisa menemukannya ada di mana-mana dengan model yang berbeda-beda. Tapi ada juga orang yang secara berseloroh sering dijuluki si tukang cari muka, tapi tidak dalam arti negatif, yaitu wartawan foto. Ya, wartawan foto memang kerjanya mencari-cari muka orang yang akan melengkapi berita yang akan dimuat di media.

Lain arti cari muka, lain pula istilah kehilangan muka. Beberapa waktu lalu, setelah menyaksikan rekaman penggojlokan yang dilakukan oleh praja senior STPDN kepada praja-praja juniornya, ketika diwawancarai oleh wartawan, Jenderal (purn) Rudini nyeletuk “aduk muka ini mau ditaruh di mana”. Itu salah-satu contoh dari ungkapan ini. Ya, ada kalanya orang memang menyatakan dirinya kehilangan muka. Maksudnya dia merasa sangat malu karena suatu kejadian yang ada hubungannya dengan citra dirinya.

Kalau ada satu peristiwa yang bisa membuat seseorang yang terpandang bisa kehilangan muka, maka biasanya ada yang berupaya untuk melakukan tindakan penyelamatan, namanya menyelamatkan muka. Contohnya, di negeri ini konon banyak kasus aborsi yang terjadi demi untuk menyelamatkan muka.

Ada juga pepatah yang bicara tentang muka. Buruk muka cermin dibelah. Ini maksudnya orang yang tidak mau mengakui kesalahan ada pada dirinya. Alih-alih mengakui kesalahan, malah kesalahan dia lemparkan pada pihak yang menunjukkan kesalahannya. Konon ada seekor serigala berusaha melompat meraih buah anggur yang bergelantung di pohonnya. Setelah berkali-kali dia coba tapi tidak bisa, ia lalu pergi sambil bergumam, ah anggurnya masam. Dia yang tidak mampu, anggurnya yang disalahkan.

Jangan dikira hanya serigala yang berulah begitu. Beberapa waktu lalu, saat transit di Bali, ketika Presiden AS George W Bush ditanya wartawan soal pernyataannya yang mendiskreditkan umat Islam, lalu dia mengatakan, itu hasil plintiran wartawan. He he he, rupanya bukan hanya pemimpin di negeri kita yang suka seperti itu. Atau mungkin juga ketika itu Bush sadar sedang berada di sebuah negeri yang punya pepatah baru “buruk muka pers dibelah”.

Buruk muka pers dibelah, memang biasa dilakukan di suatu negeri yang tokoh atau pemimpinnya tidak mau mengakui kekurangan-kekurangannya yang dikritik oleh pers. Itu sebabnya jika ada kekurangan dalam kepemimpinannya yang dikritik, bukan isi kritiknya yang diperhatikan, atau mencari penyelesaian dari apa yang dikritikkan, tapi persnya yang disalahkan.

Akhirnya, di negeri ini, juga banyak ditemukan muka-muka tembok. Muka tembok adalah muka dari orang-orang yang tidak lagi risih atau bahkan kehilangan rasa malu melakukan perbuatan salah atau dosa. Bahkan yang terjadi sudah sebaliknya, seperti salah-satu kalimat dalam lagu Ebit G Ade, “bangga dengan dosa-dosanya”. Orang seperti itu sudah tidak lagi punya istilah kehilangan muka, sebab mukanya sudah kokoh dan tebal. Ya, dia sudah jadi muka tembok dan muka tebal. *

Tidak ada komentar:

Shikamaru

Shikamaru
Shikamaru